Selasa, 09 Juli 2024

12 rekomendasi Optimalisasi Penyuluh Pertanian dari FGD Penyuluh mau kemana? Yang diselenggarakan oleh KPPN,,,

Sinar Tani, Jakarta—Optimalisasi penyuluhan pertanian kedepan mendapatkan momentum dengan pemerintahan baru (2025-2029). Dari FGD Penyuluh Pertanian, Mau Kemana? yang digelar Komisi Penyuluhan Pertanian Nasional (KPPN) setidaknya ada 12 aspek yang semestinya diperbaiki kedepan sebagai berikut:

1. Penyuluhan tetap di Kementerian Pertanian, dengan melakukan perubahan dalam banyak hal terkait regulasi, kebijakan, anggaran, dll. Penguatan kelembagaan penyuluhan agar berpedoman pada Perpres No 35 tahun 2022.
2. Di tingkat operasional, optimalisasi penyuluhan dapat menjadikan BPP (Balai Penyuluhan Pertanian) sebagai titik kegiatan (center point) pertanian dan penyuluhan pertanian, menjadikan BPP “seperti BAPPENAS” dan pelaku implementasi di tingkat kecamatan. Untuk mewujudkan BPP ideal perlu delengkapi sarana dan prasarana, data, informasi, dan SDM yang cukup.
3. Penyuluhan harus dijalankan dengan pendekatan “gerakan penyuluhan”. Penyuluhan pertanian harus mampu mengembangkan kapasitas, visi, dan komitmen untuk mengartikulasikan arah kebijakan dan program ke depan.
4. Penyuluhan pertanian perlu memberikan perhatian pada peningkatan value chain pertanian pada pengolahan, tidak hanya on farm. Hal ini sejalan dengan upaya menjadikan pertanian (secara luas) sebagai urusan wajib di Pemda.
5. Kedudukan penyuluh pemerintah sebagai pegawai pusat (yang diperbantukan ke daerah), agar tercapai efektivitas prorgam dan optimalisasi penyelenggaraan penyuluhan secara nasional. Efektifitas mobilisasi dan administratif, serta manajemen penyuluh pertanian, seyogyanya ASN dan P3K menjadi pegawai pusat (nasional) yang diperbantukan pada pemerintah daerah.
6. Perlu dilakukan penguatan penyuluh pertanian swadaya dan swasta. KTNA telah memperkuat kapasitas dan organisasi penyuluh swadaya. Khusus untuk penyuluh pemerintah dibutuhkan pelatihan dasar. Hal ini sejalan dengan pendekatan penyuluhan pertanian baru yang perlu menggunakan pendekatan market leads extension.
7. Peningkatan peran penyuluh sangat diperlukan agar proses penyuluhan pertanian dapat berhasil meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan. Karena itu, penyuluh pertanian perlu meningkatkan pemahaman: ilmu psikologi sosial dan dinamika kelompok, agar strategi perubahan perilaku petani dapat berhasil.
8. Penyuluhan pada hakekatnya adalah pendidikan non formal, karena itu pemerintah harus mengalokasikan anggaran secara cukup.
9. Biaya penyelenggaraan penyuluhan pertanian termasuk belanja pegawai diambil dari oleh pemerintah pusat. Sedangkan aset penyuluhan pertanian pertanian seperti BPP tetap menjadi aset pemerintah daerah.
10. Rebranding profesi penyuluhan. Sedang terjadi penyempitan makna “penyuluhan pertanian”, setidaknya di kalangan perguruan tinggi, padahal unsur dan pendekatan penyuluhan ada di berbagai bidang, misalnya di dalam Prodi agribisnis, dll.
11. Kedepan penyuluhan harus dijalankan secara partisipatif, yang dilakukan secara terbuka melibatkan penyuluh, pelaku utama dan usaha.
12. Penyuluh pertanian tidak hanya memberikan informasi kepada petani, tetapi juga perlu selalu menggerakkan aktivitas petani dan kelompok tani, dengan cara self fullfilling prophecy yakni keyakinan diri akan profesinya yang bermanfaat, self efficacy yakni keyakinan diri mampu berhasil dalam berusahatani.

Ketua  Komisi Penyuluhan Pertanian Nasional (KPPN), Prof. Dr. Bustanul Arifin, M.Sc juga menilai, ketika penyuluh pertanian menjadi pegawai daerah, bebannya menjadi terlalu berat, bahkan apa yang dikerjakan sudah melebihi tupoksinya. Penyuluh lebih banyak tugas bersifat administrasi dan menangani urusan yan`g kadang agak jauh dari tugas utamanya.

Hal tersebut menurut Guru Besar Universitas Lampung tersebut, membuat pekerjaan utama penyuluh untuk mengubah perilaku, mengembangan sumber daya manusia pertanian dan mendapingi petani kadang terlupakan. “Dampaknya kinerja usaha tani dan produktifitas pertanian kita lihat saat ini stagnan,” katanya.

Bustanul melihat, penyelenggaraan penyuluhan saat ini terhambat dan tidak efektif. Penyebabnya, ketika UU No. 23 Tahun 2014 diberlakukan, ‘rumah’ penyuluh dibubarkan.

“Kondisi penyuluh setelah adanya UU Otonomi Daerah menjadi kurang terurus, karena banyak Pemda tidak menganggap penting. Bakorluh dan Bapeluh juga hilang. Karena rumahnya tidak ada, rentang kendali Kementerian Pertanian tidak efektif dan terlalu jauh,” tuturnya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar